jump to navigation

Riki Teddy, Bassis Jamrud, Menggagas Majlis Taklim Rocker April 4, 2010

Posted by Qolam_v in Profil.
add a comment


(wartaislam.com) Jelang Magrhrib di bilangan Permana 36, Citeureup, Cimahi. Sebuah rumah megah dengan pekarangan yang cukup luas, dan gerbang tinggi namun tak terkunci, tampak sepi. Sejam berlalu, selepas adzan Isya, satu persatu pemuda dan jemaah paruh baya berkendaraan motor, pun mobil, mulai berdatangan masuk ke rumah tersebut.

Unik. Diantara mereka ada yang berpenampilan gaul, funky, dengan rambut gondrong dan anting bergelantung di daun indera pendengarannya. Tapi, ada pula yang berpenampilan rapi, berkalung sorban, berpenutup kepala kopiah, lengkap dengan baju koko membalut badan.

Suasana kontras berubah cair, layaknya kolega lama yang tak bersua, penuh canda tawa.
Itulah suasana Majelis Taklim (MT) Permana 36. Majelis Taklim yang digagas oleh Riki Teddy, bassis personil Jamrud, Band Rock papan atas, yang terkenal dengan lagunya, Ningrat.

Hikmah Fobia Ketinggian

Di masa jayanya, jadwal tur promo album Jamrud ke berbagai daerah begitu padat. Transportasi udara menggunakan pesawat terbang, tentu menjadi bagian dari rutinitas yang tak mungkin dihindari.

Malang bagi Riki. Setiap kali hendak naik pesawat, badannya menggigil dan berkeringat, seperti orang ketakutan. Kematian seakan berdiri tepat di depan matanya, saat ia kemudian duduk di bangku pesawat.

Tapi ternyata, ada hikmah luar biasa di balik fobia ketinggian yang ia derita. Setiap waktu, Riki selalu ingat kematian. Puncaknya, saat Riki ditanya oleh buah hati dia sendiri yang masih kecil, tentang, apa Islam dan bagaimana cara shalat.

Merespon pertanyaan itu, pertengahan 2004, Riki diperkenalkan oleh rekannya, Daeng dan Dani, kepada ustadz Aang Umansyah, seorang alumnus Ponpes Darussalam, Taskmalaya. Ia kemudian meminta sang Ustadz mengajarkan cara membaca Alquran pada anak dan istrinya.
Sebagai seorang juru dakwah, Ustazd Aang senang saja menerima permintaan tersebut.

Namun, betapa terkejutnya dia (ustadz_red), setelah mengetahui ternyata rumah Riki itu sarang para musisi, fans Jamrud dan anak-anak band lain. Mereka saban malam biasa bermain gapleh, bilyard, mabuk dan aktivitas serupa hura-hura, seperti citra kebanyakan pemain band.

Meski begitu, Ustadz Aang berusaha tetap tegar. Agar kehadirannya tidak mengagetkan teman-teman Riki, ia dengan sabar mencoba beradaptasi dan bergabung. “Saya ngajar ngaji, dan saya juga belajar bilyard,” ungkap Ustadz Aang kepada Alhikmah, mengenang suasana lima tahun lalu di kediaman Riki.

Perubahan Positif

Di penghujung 2004, setelah anak dan istrinya belajar Alquran kepada Ustadz Aang, Riki pun tertarik ikut belajar membaca Kitab Suci umat Islam ini. Lambat laun setelah banyak ayat yang dibaca, Riki pun sadar bahwa Islam itu mewajibkan shalat.

Suami dari Maren Lini ini kemudian memutuskan untuk shalat, meski dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. “Saya shalat di kamar pakaian yang sebelumnya saya kunci. Malu, dong, rocker masa shalat,” kenang ayah empat anak ini.

Selang beberapa hari Riki memberanikan diri untuk menampakan perubahan sikapnya. Disela-sela pembicaraan bersama temannya, Riki terkadang menyinggung-nyinggung Islam. Ia juga tak sungkan menghentikan aktifitasnya di saat waktu shalat telah tiba.

Bahkan kepada teman-teman dekatnya, Riki dengan terang-terangan mengajak mereka untuk mempelajari Islam. “Ayolah kita ngaji. Kalau dulu ngajak ngga bener, Sekarang coba ngajak bener,” tutur ayah dari Viosy, Vabia, Valdisa dan Valdinan ini.

Awal 2005 menjadi titik tolak lahirnya majelis taklim ini. Setelah mengajak teman-temannya, Riki beserta keluarga dekat memutuskan untuk sama-sama belajar Islam kepada Ustadz Aang. Dipilihlah malam Senin, malam Kamis serta malam Sabtu sebagai jadwal rutin pengajian.
Seiring waktu berjalan, satu persatu teman Riki mulai berguguran. Alasannya beragam. Ada yang karena kesibukan, ada pula yang menolak ikut mengaji. Namun tak sedikit yang tetap konsisten mendalami Islam.

Jelang Ramadhan 1425 H (2005), Riki beserta teman-temannya berinisiatif mengadakan shalat tarawih. Maka diundanglah masyarakat sekitar untuk shalat tarawih bersama yang diadakan di rumah Riki.

Setiap kali usai melaksanakan shalat tarawih, Riki bersama jamaah kerap berdiskusi masalah ke-Islaman hingga subuh menjelang. Selain masyarakat sekitar yang ikut nimbrung, ustadz-ustadz lain pun mulai bergabung untuk saling mentransformasikan ilmu yang dimilikinya.
Kepergian bulan Ramadhan menyimpan kerinduan yang mendalam untuk terus menjalin silaturahim dan mengkaji ilmu yang telah lama berjalan. Maka untuk mengobati kerinduan itu diadakanlah kajian Islam rutin, setiap Jumat malam.

Dalam kajian Jumat malam ini baik Riki ataupun Ustadz Aang beserta yang lainnya sepakat untuk tidak menggunakan nama organisasi tertentu, ormas Islam tertentu atau bahkan partai politik tertentu.

“Saya tidak melihat apapun latar belakangnya. Yang penting Islam, ayo kita sama-sama mengkaji. Saya hanya memfasilitasi, bukan untuk kelompok, golongan atau partai,” ungkap Riki. Kajian ke-Islaman yang disampaikan pun bervariasi, mulai dari ibadah, muamalah, siyasah dan lainnya.

Ustadz yang diundang juga beragam; mulai Hari Mukti, mantan rocker yang kini menjadi da’i, Ustazd Dedi Rahman pengisi tetap tausyah di salah satu radio swasta di Bandung, dr. H. Hani Rono Sulityo Sp. OG (K) MM, serta ustadz-ustadz lainnya.
sumber : alhikmahonline

Captain Jacques Yves Costeau, Sang Penemu Sungai Dalam Laut Itu Masuk Islam Maret 13, 2010

Posted by Qolam_v in Profil.
add a comment

(wartaislam.com) Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton acara TV `Discovery Chanel’ pasti kenal Mr. Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia.

Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Captain Jacques Yves Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.

Fenomena ganjil itu membuat bingung Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berpikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez. Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laayabghiyaan…” Artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” Artinya “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera.
Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.
Subhanallah… Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim. Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”
sumber : artikelislami.wordpress

Amina, Boneka Muslim yang Bisa Melantunkan Ayat-Ayat Quran Maret 6, 2010

Posted by Qolam_v in Profil.
add a comment
IlustrasiIlustrasi

Sebuah perusahaan Turki memulai pemasaran boneka baru mereka untuk anak-anak Muslim di Jerman, keunikan dari boneka anak-anak ini selain memakai jilbab, boneka ini juga bisa membaca beberapa ayat Al Qur’an, serta mampu menjelaskan beberapa arti tanda-tanda, dan tentu saja bisa berbicara dan bernyanyi, tertawa dan menangis layaknya boneka-boneka yang banyak beredar.Boneka ini diberi nama “Amina”, dan menurut laporan dari radio berita Jerman “Deutsche Welle” pada Kamis 4/3/2010, boneka “Amina” dapat diterima dikalangan anak-anak Muslim dan orangtua mereka, bahkan beberapa non Muslim Jerman pun ikut memesan boneka ini.

Radio Jerman mengatakan di situsnya bahwa perusahaan Turki yang tidak disebutkan namanya, baru-baru ini memperkenalkan sebuah model dari boneka mainan anak-anak yang Islami, yang diberi nama “Amina” dan mereka mulai menjual produknya tersebut di pasaran Jerman.

Sebelumnya Turki juga pernah membuat boneka untuk anak-anak Muslim bernama “Rozana” pada tahun 2003, sebagai alternatif dari boneka populer Amerika “Barbie”, boneka “Rozana” sebagai mainan alternatif untuk anak-anak Muslim, berjilbab rapi, namun ada kelebihan lain yang dimiliki oleh boneka “Amina” yang tidak dimiliki oleh “Rozana”, boneka Amina akan melantunkan beberapa ayat Quran dengan cara menekannya, selain bisa melantunkan beberapa ayat Quran, Amina juga dapat memperkenalkan diri dengan mengatakan, “Nama saya Amina dan saya seorang Muslim.”

Boneka Amina tidak hanya bisa melantunkan ayat Al-Quran, namun juga bisa membantu anak-anak untuk membaca ayat-ayat Al-Quran dengan benar, dan menjelaskan makna dan tujuan dari beberapa tanda dalam bahasa Inggris.

Boneka Amina berkerudung sulam berwarna ungu,dengan pola bunga yang menutupi rambut hitamnya, dan Amina tingginya sekitar 25 cm.

Menurut Hassan Muslam, salah seorang pemilik toko grosir Turki di kota Krefeld Jerman, boneka Amina sukses besar di pasaran Jerman, ia menyatakan bahwa permintaan terhadap boneka Amina sangat tinggi di Jerman, stok barangnya sangat cepat habis dan ia terpaksa meminta stok barang lebih banyak lagi dari distributor boneka Amina.

Namun boneka Amina tidak mendapat sambutan yang sama untuk semua orang, sebagian orang tua non Muslim Jerman menyatakan keberatan mereka terhadap hadirnya boneka Amina, dan mereka menganggap bahwa masalah keyakinan agama adalah masalah pribadi dan tidak seharusnya mendapat tempat di kalangan anak-anak, sementara sebagian warga Jerman lain mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang apa yang mereka sebut sebagai ‘memanipulasi kepolosan anak-anak, dan mempengaruhi mereka melalui sarana boneka.(fq/iol)

Ilmu Pemetaan Menentukan Kiblat Di Era Kejayaan Islam Maret 6, 2010

Posted by Qolam_v in Profil.
add a comment

Para ilmuwan Muslim di era keemasan peradaban Islam telah mengembangkan metode pemetaan. Dengan menguasai pemetaan, para astronom mampu menentukan posisi lintang dan bujur tempat-tempat di permukaan bumi. Hasilnya bisa digunakan untuk beragam kepentingan. Salah satunya  untuk menghitung hasil pengamatan posisi benda-benda yang ada di langit.

Menurut Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam karyanya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated History mengungkapkan, para astronom Muslim memiliki beberapa cara untuk menemukan koordinat suatu benda di langit. Salah satunya dengan menentukan garis meridian, yakni garis yang melintang dari arah selatan suatu tempat kemudian ditarik hingga ke kutub utara langit dan titik zenith.
”Untuk menentukan arah meridian, cara paling sederhana yang digunakan para astronom saat itu adalah dengan mengukur lintang bintang circumpolar, yakni bintang yang cukup dekat dengan kutub langit sehingga selalu muncul horison,” ungkap al-Hassan dan Hill. Pada saat yang sama,  diukur pula sudut horisontalnya terhadap sebuah titik pada garis horison.

Menurut al-Hassan, pengukuran itu dilakukan dua kali, ketika bintang berada di timur pengamatan dan ketika  berada di sebelah barat. Menurut al-Hassan dan Hill, garis meridian diperoleh dengan membagi dua sudut horisontal. Selanjutnya penentuan bujur dapat dilakukan dengn mudah, yakni dengan mengamati tinggi matahari dan bintang ketika melewati meridian.
Selain itu, para astronom Muslim juga sudah mampu menentukan garis lintang. Sayangnya, kata al-Hassan, metode yang digunakan untuk menentukan lintang itu tak seakurat metode penentuan garis bujur.  Guna menentukan lintang yang sangat akurat, papat dia, dibutuhkan alat ukur waktu yang andal bernama Kronometer. “Kronometer yang demikian baru ada setelah pertengahan abad ke-18 M, sehingga para astronom Muslim harus menggunakan metode pengukuran lain yang tentu saja tidak bergantung pada keakuratan pengukuran waktu,” ungkap al-Hassan dan Hill.

Untuk menentukan lintang,  para astronom Muslim di era kekhalifahan mengembangkan dua teknik. Pertama, mereka melakukan pengamatan gerhana bulan dari dua tempat berbeda dengan objek pengamatan atau peristiwa yang sama. “Misalnya ketika bulan bergerak menuju bayangan Bumi dan kemudian membandingkan hasilnya,”  tutur al-Hassan dan Hill. Menurut al-Hassan, perbedaan waktu kejadian dari suatu peristiwa serupa di kedua tempat itu merupakan besar perbedaan lintangnya. Sedangkan pada metode kedua, para astronom mengukur jarak ke arah timur-barat suatu tempat dari tempat lain yang diketahui (atau diasumsikan) lintangnya.

Setelah lintang dan bujur dua tempat diketahui, maka dapat ditentukan arah satu tempat ke tempat lain. Dan besaran yang dihasilkan adalah azimuthnya, yakn besar sudut jurusan yang diukur dari arah utara ke rah timur (searah jarum jam) hingga garis arah kedua titik. “Salah satu aplikasi perhitungan ini, yaitu penentuan arah Makkah dari tempat tertentu (kiblat),” kata al-Hassan dan Hill.

Penentuan arah Makkah atau kiblat ini merupakan sesuatu yang penting bagi ilmuwan Muslim era kekhalifahan. Para ilmuwan Muslim akhirnya bisa memecahkan penentuan arah kiblat pada abad ke-3 H/9 M sampai ke-8 H/14 M. Ini membuktikan kecanggihan trigonometri yang digunakan para astronom Muslim serta kecanggihan teknik perhitungan yang telah mereka capai.

“Karena azimuth suatu tempat bersifat relatif terhadap tempat lain dapat ditentukan, secara teoritis akan mungkin untuk membuat jalan atau kanal lurus antara dua kota,” jelas al-Hassan dan Hill. Namun, imbuh al-Hassan dan Hill, dalam praktiknya,  hal itu tidak dapat direalisasikan. Pasalnya, rute-rute ditentukan keadaan daerah dan masalah pemilikan lahan. Sementara kanal-kanal itu harus sedekat mungkin dengan daerah pertanian yang akan dialirinya. “Oleh karena itu, rute-rute ditentukan dengan mengingat pertimbangan-pertimbangan praktis ini,” kata al-Hassan dan Hill.

Sebelum penggalian kanal, selain menentukan rute, perlu juga diperhitungkan pendataran tanah sepanjang rute tersebut dari awal hingga akhir. Proses pendataran tanah itu membutuhkan garis pandang horisontal yang pada instrumen modern diperoleh dari benang silang dalam teropong dan sifat datar.”Para surveyor Muslim menggunakan beberapa instrumen yang didasarkan pada prinsip yang sama, meski tak satupun yang mempunyai teleskop, mereka memakai penglihatan langsung,” ungkap al-Hassan dan Hill.

Menurut al-Hassan dan Hill, salah satu instrumen yang yang digunakan adalah segitiga logam dengan pengait logam dipatrikan di kedua ujung salah satu sisinya. Unting-unting dengan pemberat seperti bandul di ujungnya dipasang pada tengah-tengah sisi tadi. Dua rambu tegak yang dibagi-bagi dalam graduasi 12 sentimeter dan kemudian dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil ditegakkan oleh asisten pemegang rambu dalam jarak tujuh meter.

”Seutas kawat direntangkan antara kedua bambu dan segitiga logam tadi digantungkan dengan kedua pengaitnya di tengah-tengah kawat ini. Salah satu ujung kawat digerakkan ke atas dan ke bawah rambu sampai tali unting-unting tepat menunjukkan sudut bahaw segi tiga,” papar al-Hassan.

Metode yang sama juga digunakan pada kayu sepanjang setengah meter dengan lubang mendatar. Pada proses ini juga digunakan bandul logam yang diikatkan pada tengah kayu. Bandul ini berfungsi sebagi garis unting-unting. Kemudian kayu tersebut diletakkan di atas kawat, selanjutnya pendataran dilakukan seperti cara yang telah disebutkan tadi.

Metode ketiga  yang digunakan para ilmuwan Muslim untuk menetukan sifat datar adalah dengan menggunakan bambu lurus panjang yang salah satu sisinya dilubangi. Bambu tersebut dipegang kedua rambu tegak di masing-masing ujungnya. Dan seorangasisten menuangkan air ke dalam bambu melalui lubang tadi. “Bambu dianggap horizontal jika air yang keluar dari kedua ujungnya sama banyak,” kata al-Hassan an Hill.

Para ilmuwan juga mencatat beda ketinggian, dan pemegang rambu pindah ke titik selanjutnya dalam lintasan rute. Kemudian prosedur yang sama dilakukan kembali. Al-Hassan menambahkan,  “Jika rute sudah selesai dipetakan, total (jumlah aljabar) ‘naik’ dan ‘turun’ dari semua titik pangkalan menunjukkan perbedaan tinggi titik awal dan titik akhir.

Menurut al-Hassan dan Hill, cara yang sama juga digunakan untuk memperoleh kemiringan yang tepat pada penggalian kanal. Sedangkan untuk memperoleh tinggi dan sudut objek-objek yang jauh, para surveyor Muslim menggunakan astrolab.  Di bagian belakang instrumen, pada setengah lingkaran bawahm terdapat sebuah siku-sku atau kadang-kadang sepasang siku-siku dengan ukuran sama.

Jika astrob digantung secara bebas, alidad atau garis pembidik diatur sedemikian rupa sehingga objek jauh yang perlu diketahui tingginya dapat terlihat melalui pembidik. Demikianlah metode pemetaan yang diterapkan para ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.

Penentuan Arah Kiblat

Ada beragam metode untuk menentukan arah kiblat. Guna mencari arah kiblat, diperlukan perhitungan yang cermat dan sedetil mungkin, sehingga diperlukan data yang valid untuk dijadikan bahan hitungan. Beberapa data yang diperlukan itu antara lain; arah utara selatan dan timur barat.

Untuk menentukan titik utara selatan terdapat beberapa cara, yaitu dengan menggunakan theodolit, tongkatistiwa (sundilan), teropong, kompas. Di antara cara-cara tersebut di atas, yang paling mudah, murah, dan memperoleh hasil yang teliti adalah dengan mempergunakan tongkat istiwa.

Caranya, tancapkan sebuat tongkat lurus pada sebuah pelataran datar yang berwarna putih cerah. Panjang tongkat sekitar 30 cm dan berdiameter satu cm. Ukurlah dengan lot dan waterpass sehingga pelataran betul-betul datar dan tongkat betul-betul tegak lurus terhadap pelataran. Lalu, lukislah sebuah lingkaran berjari-jari sekitar 20 cm yang berpusat pada pangkal tongkat tadi.

Kemudian, amati dengan teliti bayang-bayang tongkat beberapa jam sebelum tengah hari sampai sesudahnya. Semula, tongkat akan mempunyai bayang-bayang panjang menunjuk ke arah Barat. Semakin siang, bayang-bayang semakin pendek, lalu berubah arah sejak tengah hari. Kemudian semakin lama bayang-bayang akan semakin panjang lagi menunjuk ke arahTimur. Dalam perjalanan seperti itu, ujung bayang-bayang tongkat akan menyentuh lingkaran sebanyak dua kali pada dua tempat, yaitu sebelum tengah hari dan sesudahnya.

Selanjutnya kedua sentuhan itu kita beri tanda dan hubungkan antara keduanya dengan garis lurus. Garis ini merupakan arah Barat-Timur secara tepat. Lalu lukislah garis tegak lurus pada garis Barat-Timur tersebut, maka akan memperoleh garis Utara-Selatan yang persis menunjuk titik Utara sejati./suaramedia.

Dr. Raghib Al-Sirjani Pemenang Nobel Mubarak 2009 Bidang Penelitian Keislaman Februari 1, 2010

Posted by Qolam_v in Internasional, IPTEK, Profil.
add a comment

Tahun 2009 akan segera berlalu. Di tahun ini, Mesir mencatat sosok fenomenal pada bidang Al-Dirâsah Al-Islâmiah (Penelitian Keislaman). Walau ia seorang dokter urologi, namun karena semangat memperjuangkan Islamnya tinggi, ia juga merupakan seorang yang hafal Al-Quran, pakar sejarah, dan dai internasional yang telah berkontribusi besar bagi dunia Islam. Ia adalah Dr. Raghib Al-Sirjani.

Di antara sekian banyak ulama Mesir, Dr. Raghib Al-Sirjani berhak meraih Penghargaan Mubarak (presiden Mesir) bidang Al-Dirâsah Al-Islâmiah, untuk tahun 2009. Penghargaan ini ia raih setelah menulis buku berjudul, “Mâzâ Qaddamal Muslimûna lil ‘Alam” (Apa yang Telah Diberikan Umat Islam untuk Dunia; Kontribusi Umat Islam dalam Membangun Peradaban Manusia).
Buku ini dua jilid dengan tebal 847 halaman. Negara Mesir mempersembahkan penghargaan melalui perantara Kementrian Waqaf pada Rabu 26 Ramadan 1430 H, bertepatan dengan 16 September 2009.

Dr. Raghib Al-Sirjani adalah seorang dai internasional yang kaset dan CD-nya memperkaya khazanah Islam, sekaligus penulis produktif yang buku-bukunya memenuhi perpustakaan Islam. Beberapa bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang mendapat sambutan hangat, seperti buku best seller Misteri di Balik Shalat Subuh. Bukunya yang memenangkan penghargaan internasional tahun 2007 dalam memaparkan Nabi Sang Penyayang juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Dr. Raghib Al-Sirjani salah satu dai yang sangat peduli dunia Islam, khususnya Palestina. Hingga saat ini, analisa segar dan tajam beliau terkait dunia Islam masih bisa terus diikuti melalui situs www.islamstory.com.
Khusus Palestina, hingga kini beliau mengisi materi di dua channel TV; pertama, Channel Al-Quds dengan materi bersambung Fathu Filasthin (Pembebasan Palestina) setiap hari Jumat. Kedua, Channel Al-Risalah dengan materi Khattuzzaman; Qishshah Filastîn (Garis Masa; Kisah Palestina) pada hari Senin, yang disiar ulang setiap Selasa dan Sabtu.

Buku Pemenang Nobel Mubarak
Dalam buku Mâzâ Qaddamal Muslimûna lil ‘Alam, Dr. Raghib mendefinisikan “Peradaban adalah kemampuan manusia dalam menjalin hubungan baik dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dan dengan alam beserta seluruh kekayaannya.”

Dr. Raghib menulis buku ini sebagai persembahan untuk peradaban Islam. Sebuah peradaban mengagumkan yang telah menguras perhatian para peneliti objektif dari Barat. Ia menulis, “Kemajuan manusia dalam berbagai bidang saat ini sama sekali tak terlepas dari kontribusi besar umat Islam dan peradabannya.”
Yang membuat buku ini istimewa adalah, pemaparannya ilmiah, realistis, dan seluruh persembahan umat Islam baik keilmuan maupun peradaban beliau paparkan dengan penuh data-data dan argumentasi yang tak terbantahkan.

Dr. Raghib juga memastikan bahwa, “Karakteristik peradaban Islam yang istimewa sama sekali tidak ada tandingannya dengan seluruh peradaban lain di dunia. Ketika wajah dunia mulai dihiasi kerusakan karena neraca pemahaman dan keyakinan telah terbalik, maka peradaban Islamlah sebagai solusinya.”
Setelah memaparkan kegemilangan peradaban Islam yang menjadi titik perubahan peradaban di seluruh dunia, di akhir buku peraih Penghargaan Bidang Dirasah Islamiah ini Dr. Raghib bertanya, “Apa yang akan kita lakukan setelah mengetahui semua ini?”

Sepenggal pertanyaan yang menyeru setiap umat Islam untuk mengerahkan seluruh kekuatannya, sehingga mampu membangun peradaban impian yang membawa rahmat bagi semesata alam.

Dr. Raghib Al-Sirjani lahir pada tahun 1964, di Provinsi Gharbiyyah, Mesir. Ia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kairo dengan predikat Summa Cumlaude tahun 1988. Kemudian meraih Master di Universitas yang sama tahun 1992.
Disertasi doktoral terkait Operasi Urologi dan Ginjal beliau tulis dibawah bimbingan gabungan antara kedokteran Mesir dan Amerika, dan menyelesaikannya dengan istimewa pada tahun 1998. Untuk Al-Quran, beliau menamatkan hafalannnya pada tahun 1991.
Penelitian beliau yang dalam dan menyeluruh terhadap sejarah keislaman di bangun atas sebuah proyek pemikiran, “Kaifa Nabni Ummah?” (Bagaimana Kita Membangun Umat?). Hal ini untuk mewujudkan beberapa tujuan: [1] Menyimpulkan faktor-faktor kebangkitan dan menerapkannya untuk membangun kembali umat Islam. [2] Membangkitkan harapan dalam jiwa setiap umat Islam, mendorong umat untuk menggali ilmu bermanfaat dan bergerak untuk mencapai tujuan. [3] Pemurnian sejarah Islam dan menonjolkan sisi peradabannya.
Selama lebih dari 20 tahun hingga saat ini, Dr. Raghib telah memberikan banyak kontribusi dalam membangun umat Islam, baik melalui dakwah, narasumber dalam berbagai seminar, penulis produktif berupa buku, makalah, dan analisa, dan tampil di beberapa chanel TV Arab terkemuka.
Pada tahun 2007, Pusat Kajian Internasional Mengenal Nabi Sang Penyayang memberikan pernghargaan kepada Dr. Raghib Al-Sirjani sebagai peraih juara pertama yang mempu memperkenalkan nabi sang penyayang secara baik melalui karya-karyanya, khususnya melalui buku berjudul Al-Rahmah fî Hayâti Al-Rasûl. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Inilah Rasul Sang Penyayang”.
Dr. Raghib telah menulis banyak buku dan penelitian di bidang sejarah dan pemikiran keislaman, di antaranya:

  1. Sejarah Perang Salib
  2. Antara Sejarah dan Realita (3 jilid)
  3. Sejarah Ilmu Kedokteran dalam Peradaban Islam
  4. Palestina dan Kewajiban Umat Islam
  5. Ilmu dan Membangun Umat
  6. Sejarah Tatar dari Awal hingga Ain Jalut
  7. Anda dan Palestina
  8. Siapa yang Membeli Surga?
  9. Kita Bukan di Zaman Abrahah
  10. Misteri di Balik Shalat Subuh
  11. Bagaimana Anda Menghafal Al-Quran?
  12. Umat yang Tidak Akan Pernah Mati
  13. Jika Kalian Tidak Menolongnya?
  14. Spiritual Reading
  15. Pemuda Peka Zaman
  16. Palestina Tidak Akan Hilang…Bagaimana?
  17. Penyiksaan di Penjara Kebebasan
  18. Ramadan dan Membangun Umat
  19. Haji Tidak Hanya untuk Para Haji
  20. Boikot
  21. Buku Inilah Rasul Sang Penyayang

Dr. Raghib Al-Sirjani telah mempersembahkan ratusan kaset dan CD keislaman, di antara kumpulan kasetnya adalah:

  1. Andalusia, dari Pembebasan hingga Runtuh (12 Bagian)
  2. Palestina Hingga Tidak Menjadi Andalusia Kedua (12 Bagian)
  3. Abu Bakar Al-Shiddiq r.a.; Seorang Sahabat dan Khalifah (6 Bagian)
  4. Di Bawah Naungan Sejarah Nabi; Periode Makkah dan Madinah (46 Bagian)
  5. Sejarah Tatar; Sejak Awal Hingga Ain Jalut (12 Bagian)
  6. Jadilah Seorang Sahabat (12 Bagian)
  7. Bagaimana Menjadi Orang yang Berilmu? (10 Bagian)

Buku-buku beliau telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa dunia. Untuk buku terjemahan berbahasa Indonesia, banyak diterbitkan oleh PT Aqwam Media Profetika, dengan lisensi langsung dari penulis. Di antara buku-buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seperti, Kaifa Tuhâfiz ‘Alâ Shalâtil Fajr (Misteri di Balik Shalat Subuh), Qirâah Manhajul Hayâh (Spiritual Reading), Al-Rahmah fî Hayâti Al-Rasûl (Inilah Rasul Sang Penyayang), Risâlah ilâ Syabâbil Ummah (Pemuda Peka Zaman), dan lainnya.
Hingga saat ini kontribusi segar Dr. Raghib Al-Sirjani untuk dunia Islam masih bisa dinikmati oleh setiap umat Islam di seluruh dunia, khususnya melalui situs http://www.islamstory.com, TV Al-Risalah, dan TV Al-Quds.

/eramuslim Berita Islam Terkini Lainnya :

Keith Ellison, Tokoh Pemersatu Islam di AS Februari 1, 2010

Posted by Qolam_v in Internasional, Profil.
add a comment

Ia banyak disukai karena pandangan politiknya yang mengusung perdamaian, kesejahteraan pekerja, pelestarian lingkungan, dan perlindungan hak-hak sipil.

Saat Presiden Barack Obama berpidato di Universitas Kairo, Mesir, pada 4 Juni 2009 lalu, ia kerap menyebut nama Keith Ellison. Sosok Ellison di mata pemimpin Amerika Serikat (AS) itu, adalah simbol persahabatan AS dengan Islam.

”Ketika orang Muslim pertama Amerika terpilih sebagai anggota Kongres, dia bersumpah setia pada konstitusi AS dengan mengangkat Alquran, kitab suci yang sama dengan yang disimpan salah seorang Bapak Bangsa kami, Thomas Jefferson, di perpustakaan pribadinya,” kata Obama.

Kendati namanya disebut-sebut dalam pidato Obama, namun Ellison sendiri tidak merasa disanjung. ”Saya hanya berpikir, ya kalau apa yang saya lakukan bisa membantu Anda dalam membuka pintu dengan dunia Muslim, maka saya bahagia bisa melakukannya,” kata Ellison.
Ellison menilai perjuangannya adalah memperluas peluang dan ruang gerak seluruh warga Amerika, dan bukan hanya ditempatkan sebagai orang yang memahami Muslim dan segala hal yang berkaitan dengan Islam.

”Jika pengetahuan saya mengenai agama dan kepekaan terhadap isu yang berkaitan dengan keyakinan membantu menciptakan pertemanan demi Amerika dan memperpendek jurang di antara kita, mengapa saya tidak menggunakannya?” lanjutnya.

Bagi dunia Arab, Ellison adalah simbol bahwa Amerika telah merangkul Islam. Sementara untuk Muslim Amerika dia adalah teladan politik. Wajar saja jika banyak pihak yang berpendapat demikian. Karena, bagi pemilihnya yang kebanyakan kaum liberal perkotaan Minneapollis, ibu kota negara bagian Minnesota, Ellison disukai karena pandangan politiknya yang mengusung perdamaian, kesejahteraan pekerja, pelestarian lingkungan, dan perlindungan hak-hak sipil.

Dia meraup 71 persen suara untuk masa jabatan keduanya. Padahal, di daerah pemilihannya (Dapil) yang dihuni oleh 77 persen warga kulit putih, 13 persen kulit hitam, lima persen keturunan Asia, penduduk Muslim hanya tiga persen. Anggota serikat buruh dan mereka yang bernama kearab-araban adalah penyokong utamanya.

”Saya Muslim Afro-Amerika, lalu bagaimana bisa saya dipilih oleh kebanyakan orang kulit putih Kristen Lutheran di wilayah saya?” ujarnya. Jawabnya adalah praktik hidup kesehariannya. ”Sungguh saya melangkah tanpa perencanaan matang, saya melakukannya begitu saja,” tambahnya.

Sebagai warga pendatang, Ellison yang pindah dari Detroit ke Minnesota pada 1987, paham benar kehidupan masyarakat Minnesota. Keragaman latar belakang penduduk justru dianggapnya sebagai kekuatan. Pria yang beristrikan guru matematika ini lantas membangun jaringan dengan seluruh lapisan masyarakat, baik yang berada di sekitar tempat tinggalnya, di pusat kota, hingga di lingkar utara.

Ellison memang bukan politikus dadakan di Minnesota. Pria kelahiran Detroit, Michigan, 4 Agustus 1963, ini pernah delapan tahun mengudara di radio komunitas, membantu warga Minnesota menyalurkan unek-uneknya. Berkat jasanya pula, pada era 1990-an Minnesota memiliki Police-Civilian Review Board, dewan yang mencermati hubungan kepolisian dengan masyarakat.

Pada 2002, Ellison terpilih mewakili House District 58 B di daerah pemilihan Minnesota. Ini merupakan kawasan bisnis potensial yang demografinya beragam dan dihuni oleh warga rasis. Di Minnesota, Ellison juga tergabung dalam keanggotakan Dewan Keamanan Publik, Komite Kebijakan dan Keuangan, serta Komite Pemilihan dan Hukum Publik.

Sebelum terjun ke dunia politik, Ellison bekerja sebagai pengacara. Ayah dari empat anak (Amirah, Jeremiah, Elijah, dan Isaiah) itu lantas memanfaatkan pengetahuannya untuk membantu kaum papa yang terjerat masalah hukum. Ia melakukannya di bawah naungan Legal Right Center. Ellison bertindak sebagai executive director di organisasi nirlaba tersebut.

Keyakinan baru
Dibesarkan di tengah-tengah keluarga penganut Katolik Roma di Detroit, putra dari pasangan Leonard dan Clida Ellison, seorang psikiater dan pekerja sosial ini menemukan keyakinan baru. Saat itu usianya masih terbilang muda, 19 tahun.

Ellison yang kala itu sedang menempuh pendidikan di Wayne State University ini lantas mengucapkan syahadat. Tidak ada hal khusus yang mendorongnya masuk Islam. Keislamannya beraliran Suni, sebagaimana umumnya yang dianut penduduk Muslim dunia.

Ellison dikenal sebagai Muslim yang taat beribadah dan menunaikan shalat lima waktu. Meski bukan anggota pengurus masjid Washington, jika lagi berada di kota tersebut Ellison selalu shalat berjamaah dengan para staf Kongres yang beragam Islam di satu ruangan di Capitol Hill. Di ruang pribadinya di Longworth House Office Building, tergelar sajadah, sedangkan pada dinding di sudut ruangan lainnya terbentang foto Kota Makkah.

Di bangku kuliah, Ellison kerap menulis kolom di koran kampusnya, Minnesota Daily, dengan nama Keith E Hakim. Salah satu tulisannya yang diterbitkan pada 1989 sempat menjadi kerikil yang mempengaruhi perjalanan Ellison menuju kursi parlemen (DPR). Tulisan tersebut memuat opini Elisson tentang kiprah Louis Farrakhan, tokoh Nation of Islam (NOI).

Diterpa masalah tersebut, Ellison menegaskan dia tak pernah menjadi anggota Nation of Islam. Namun, ia tidak mengingkari kedekatannya dengan Farrakhan. Ia mengaku terlibat dalam kegiatan Million Man March di Washington DC.
”Di pertengahan 1990-an, selama 18 bulan, saya memang pernah bekerja sama dengan personel Nation of Islam,” ujarnya.

Ellison mengungkapkan, dia bukanlah orang yang anti-Semit. Ia bahkan menolak segala bentuk perlakuan yang bersifat anti-Yahudi. Terlepas dari masa lalunya itu, Ellison malah pernah mendapatkan dukungan dari The American Jewish World, koran lokal Minneapolis.
Ujian buat Ellison tak berhenti di situ. Saingannya dari Partai Republik kala itu, Alan Fine, menuding Ellison menerima dana kampanye dari pimpinan Council on American-Islamic Relations (CAIR), organisasi yang oleh Fine dicap memiliki hubungan erat dengan jaringan teroris.

”Pendiri CAIR, Nihad Awad, adalah kenalan saya. Organisasi ini mengutuk terorisme,” kata Ellison yang juga sempat dihantam isu penunggakan pajak.

Mengesankan
Terlepas dari latar belakang etnis dan agamanya, Ellison merupakan pribadi yang mengesankan. Demikian pendapat yang dilontarkan Wali Kota Minneapolis, RT Rybak.
”Ellison mampu mempersatukan orang. Dia adalah satu dari segelintir orang yang dapat membuat pihak-pihak yang berbeda paham di utara Minneapolis menjadi rukun,” komentar Rybak.

Mantan jaksa Amerika, B Todd Jones, juga menaruh simpati pada Ellison. Ia berpendapat Ellison yang dikenalnya sejak masih menjadi mahasiswa University of Minnesota Law School mendapat perlakuan yang tidak adil dengan berembusnya isu-isu tersebut.
”Saya bisa memahami ketertarikan Ellison pada Nation of Islam. Yang jelas bukan lantaran anti-Semitisme,” ucap Jones seperti dikutip Star Tribune.

Setelah berhasil mendapatkan kursi DPR, Ellison kembali menegaskan komitmennya. Sedari awal, ia selalu menekankan program yang diusungnya merupakan perjuangan bersama.
”Secara individu, kami berkomitmen pada diri sendiri untuk membangun dunia yang lebih baik, negara yang lebih baik. Kami akan memulainya dari sini, dari 5th District, mulai dari sekarang,” tegasnya seperti dilansir http://www.kare11.com.

Sejumlah pendukungnya dari kalangan Muslim berharap Ellison dapat membantu menjembatani jurang antara Muslim dan non-Muslim di AS. Sementara itu, tokoh Islam asal Philadelphia yang selalu mendukung Ellison selama ia berkampanye, Adeeba Al-Zaman, menilai Ellison bisa berbuat lebih dari sekadar sumbangsih untuk agamanya.
”Yang jelas, saya mendukung dia bukan karena dia orang Islam. Saya bangga pada citra, visi, dan platform Ellison,” kata Al-Zaman.

Biodata
Nama : Keith Ellison
Nama Muslim : Keith Ellison Hakim
TTL : Detroit, Michigan, 4 Agustus 1963
Orang Tua : Leonard dan Clida Ellison
Istri : Kim Ellison
Anak : 4 orang (Amirah, Jeremiah, Elijah, Isaiah
Jabatan : Anggota Parlemen AS

Umar bin Khattab, Meluaskan Islam, Dari Mesopotamia Sampai Romawi Januari 26, 2010

Posted by Qolam_v in Do You Know?, Profil.
add a comment

Umar bin Khattab, salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga menjadi khalifah kedua (634-644) dari empat Khalifah Ar-Rasyidin, adalah seorang sahabat Rasul yang utama. Namanya harum dan melampui lebih dari separuh zamannya sendiri, bahkan sampai kini. Siapakah Umar bin Khattab?

Ia memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, terlahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Orangtuanya bernama Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan Hantamah binti Hasyim.

Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis. Pada masa membaca dan menulis merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Sebelum Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, “Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku”.

Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dilakukan Umar. Sebelum memeluk Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi muslim, ia tidak menyentuh khamer sama sekali. Sehingga ada kisah, Pada malam hari, Umar bermabuk-mabukkan sampai Subuh. Ketika waktu Subuh tiba, beliau pergi ke masjid dan ditunjuk sebagai imam. Ketika membaca surat Al-Kafirun, karena ayat 3 dan 5 bunyinya sama, setelah membaca ayat ke 5, beliau ulang lagi ke ayat 4 terus menerus. Akhirnya, Allah menurunkan larangan bermabuk-mabukkan yang tegas.

Umar Memeluk Islam

Ketika Rasul pertama kali berdakwah, Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya. Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad saw. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu’aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya. Ia murka.

Di rumah, Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur’an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al-Quran tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.

Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yathrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad.

Menjadi Khalifah

Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasihat kepalanya. Kemudian setelah Abu Bakar meninggal pada tahun 634, Umar ditunjuk menggantikannya.
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).

Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad. Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut.

Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.

Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya.

Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk, seorang budak pada saat ia akan memimpin shalat. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk terhadap Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan. (sa/berbagaisumber)

10 Wasiat Imam Hasan Al Banna Januari 25, 2010

Posted by Qolam_v in Do You Know?, Profil.
add a comment

Imam Hasan Al-Bana, pendiri gerakan dakwah Ikhwan yang terkenal ke seluruh dunia, banyak meninggalkan catatan penting pada sejarah perjuangan Islam modern. Ingat, kehadiran Imam Hasan bertepatan dengan hanya beberapa saat setelah hancurnya kekhalifan Islam yang terakhir. Tak pelak, setelah kepergian beliau, tak ada lagi figur dakwah yang bisa dijadikan acuan dalam gerakan Islam.

Setiap hari, dalam dakwahnya, ia berjalan kaki tidak kurang dari 20 KM. Beliau menyambangi desa-desa dan dilakukannya tanpa pamrih sedikitpun dari manusia. Ia duduk di warung kopi pada beberapa malam, menyatu dengan masyarakat yang sebenarnya, dan ia mampu mengingat nama orang yang baru saja ditemuinya walaupun hanya sekali, sehingga orang yang diajak bicara olehnya menjadi simpati.

Banyak warisan dari Imam Hasan yang sangat menggelorakan semangat dakwah Islam. Berikut ini beberapa di antaranya dari sekian wasiat-wasiatnya:

  1. Bangunlah segera untuk melakukan sholat apabila mendengara adzan walau bagaimanapun keadaannya.
  2. Baca, Telaah dan dengarkan Al-Quran atau dzikirlah kepada Allah dan janganlah engkau menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada manfaatnya.
  3. Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
  4. Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang pembicaraan sebab hal ini semata-mata tidak akan mendatangkan kebaikan.
  5. Jangan banyak tertawa sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (dzikir) adalah tenang dan tentram.
  6. Jangan bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh terus-menerus.
  7. Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal ini akan mengganggu dan menyakiti.
  8. Jauhilah dari membicarakan kejelekan orang lain atau melukainya dalam bentuk apapun dan jangan berbicara kecuali yang baik.
  9. Berta’aruflah dengan saudaramu yang kalian temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerja sama).
  10. Pekerjaan rumah kita sebenarnya lebih bertumpuk dari pada waktu yang tersedia, maka manfaatkanlah waktu dan apabila kalian mempunyai sesuatu keperluan maka sederhanakanlah dan percepatlah untuk diselesaikan.

Ibnu Miskawaih, Mendorong Pendidikan Sejak Dini Januari 23, 2010

Posted by Qolam_v in Internasional, IPTEK, Pendidikan, Profil.
add a comment

Pendidikan sejak dini bagi seorang anak akan membuat mereka kelak menjadi manusia yang baik.

Pendidikan bukanlah ranah asing bagi Ibnu Miskawaih. Ia telah lama bergelut di bidang tersebut walaupun lebih dikenal sebagai filsuf dan lekat dengan bidang etika. Maka, berserak pula uraian konsep-konsepnya tentang pendidikan.

Dalam salah satu karyanya, Tahdhib al-Akhlaq , cendekiawan Muslim asal Ray, Persia, ini menyatakan, pendidikan menunjukkan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan orang dewasa, terutama orang tua kepada anak-anaknya.

Menurut Miskawaih, orang tua wajib memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, yang berisi pengetahuan, moralitas, adat istiadat, dan perilaku yang baik. Langkah ini untuk mempersiapkan mereka agar menjadi manusia yang baik.

Kelak, bila anak-anak itu menjelma menjadi manusia dewasa yang baik, akan memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Mereka pun akan diterima secara baik oleh masyarakatnya. Miskawaih menambahkan, pendidikan memang bertujuan menyempurnakan karakter manusia.
Dalam pandangan Miskawaih, layaknya kebaikan yang bisa ditularkan melalui pendidikan, demikian pula dengan kejahatan. Maka, ia mengingatkan orang tua untuk secara berulang, mengingatkan dan mendidik anak-anak mereka tentang kebaikan dan kesalehan.

Selain memberikan pendidikan mengenai kebaikan, Miskawaih menekankan pula agar sejak dini orang tua mengarahkan buah hatinya berada dalam lingkungan yang baik. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya bergaul dan berteman dengan orang-orang berperilaku baik.

Miskawaih memberikan alasan mengapa ia menekankan pentingnya lingkungan yang baik. Menurut dia, tak semua orang dapat dengan cepat menerima kebaikan yang diajarkan kepadanya. Lingkungan yang baik akan mencegah mereka yang lamban, bisa terhindar dari kejahatan.

Mereka yang lamban, harus terus-menerus mendapatkan pendidikan tentang kebaikan. Miskawaih menyatakan pula, setiap orang dapat berubah asalkan mendapatkan pendidikan secara terus-menerus tentang kebaikan.

Tak heran jika Miskawaih kemudian menyimpulkan, hal-hal yang telah terbiasa dilakukan oleh anak-anak sejak kecil, akan memengaruhinya ketika menjadi orang dewasa. Dengan demikian, anak laki-laki ataupun perempuan harus sejak dini dididik tentang kebaikan.

Pemikiran Miskawaih itu tersurat dalam bagian kedua bukunya yang berjudul,  Tahdhib al-Akhlaq . Miskawaih mengatakan, pendidikan sejak dini terhadap anak-anak memiliki arti penting. Selain menanamkan kebaikan sejak dini, juga bisa sebagai sarana pembentuk karakter.

Menurut Miskawaih, tidak mudah bagi seseorang yang telah dewasa untuk mengubah karakternya. Kecuali, dalam kondisi tertentu. Misalnya, orang tersebut sadar dan menyesal atas perilaku dan moralnya yang buruk selama ini.

Lalu, orang tersebut bertekad untuk memperbaiki diri dan meninggalkan perilakunya yang buruk itu. Miskawaih mengatakan, orang semacam ini, yang memiliki kesadaran dari lubuk hatinya untuk melakukan perubahan diri, biasanya akan terus menjauhkan diri dari kejahatan moral.

Bahkan, jelas Miskawaih, orang itu biasanya akan secara sadar meminta orang lain membimbingnya ke jalan yang benar. Pun, meminta orang lain untuk selalu mengingatkannya saat ia berkecenderungan melakukan hal yang tidak baik.

Di sisi lain, Miskawaih mengungkapkan, adanya seseorang yang berusaha  memperbaiki karakternya, memurnikan jiwanya yang kotor, dan membebaskan dirinya dari kebiasaan jahat, karena pada dasarnya semua orang itu baik.

Miskawaih menegaskan pula, mereka akan tetap menjadi baik karena adanya hukum dan pendidikan. Juga, ada pelatihan dan pembiasaan terhadap mereka sejak kanak-kanak, agar mereka selalu menjalankan kebaikan sesuai fitrahnya.

Bila hal ini diabaikan, ungkap Miskawaih, mereka akan jatuh dalam perangkap keburukan. Dan, tentunya hubungan spiritual dengan Allah SWT akan mengalami gangguan akibat perilaku yang buruk itu. Jadi, pendidikan menjadi hal yang sangat berperan penting.

Karakteristik buruk
Dalam pandangan Miskawaih, ada empat karakteristik buruk yang harus dihilangkan sejak anak-anak supaya mereka tidak menderita ketika dewasa. Pertama, malas, menganggur, menyiakan hidup tanpa kerja apa pun. Intinya, manusia tanpa manfaat.

Kedua, kebodohan dan ketidaktahuan yang disebabkan oleh kegagalan untuk mempelajari dan melatih diri dengan ajaran-ajaran yang diucapkan oleh orang-orang bijak. Ketiga, bersikap kurang ajar dan tak tahu sopan santun.

Hal itu terjadi karena seseorang mengejar keinginan yang tak terkendali dan berusaha melakukan perbuatan dosa dan jahat. Sedangkan keempat, adalah rasa asyik dan keadaan terbiasa dengan perbuatan buruk karena seringnya melakukan perbuatan tersebut.

Miskawaih mengatakan, untuk menghilangkan setiap karakteristik buruk di atas, dibutuhkan pendidikan ataupun pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus. Hanya orang cerdas, kata dia, yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri dari karakter buruk tersebut.

Sekali lagi, Miskawaih menegaskan, persoalan itu bisa diatasi melalui pendidikan dan pelatihan. Keduanya bisa dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. Ia menyatakan, pendidikan bisa menjadi sarana untuk mewujudkan hal-hal yang baik itu.

Miskawaih mengatakan, pendidikan ini selain berguna bagi anak-anak, juga bermanfaat bagi orang tua. Sebab, saat memberikan pengajaran dan contoh kepada anak-anaknya, mereka akan terus ingat untuk selalu menjalankan perbuatan yang baik.

Pada akhirnya, pendidikan ini akan mengarahkan anak-anak saat menjadi dewasa, untuk menjalankan kebaikan dan menghindari perbuatan jahat dengan mudah. Pun, tentunya mudah mengikuti semua ajaran yang ada di dalam Alquran dan sunah.

Mereka, jelas Miskawaih, juga akan menjadi terbiasa menjaga diri dari godaan kesenangan yang menjerumuskan kepada keburukan. Tak hanya itu, mereka juga akhirnya tak terbiasa memanjakan dirinya dalam kesenangan yang melalaikan.

Pada akhirnya, mereka lebih menginginkan untuk memiliki kemampuan yang tinggi dalam filsafat, dan mencari kedekatan diri dengan Allah. Lalu, jelas Miskawaih, mereka akan menuai persahabatan yang hangat dari orang-orang yang saleh.

Miskawaih dan Metode Pendidikan
Ibnu Miskawaih juga mengenalkan sejumlah langkah yang akan melahirkan aspek positif dalam mendidik. Ia, misalnya, memandang penting pemberian pujian. Pujian, kata dia, bisa dilakukan oleh orang tua atau pendidik ketika anak-anak melakukan hal-hal baik.

Menurut Miskawaih, patut pula memberikan pujian kepada orang dewasa yang melakukan perbuatan baik di hadapan anak-anak. Tujuannya, anak-anak bisa mencontoh sikap terpuji yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut.

Miskawaih mengingatkan, pujian harus dilakukan untuk menekankan pentingnya tindakan-tindakan yang baik dan harus diberikan untuk tindakan yang baik-baik saja. Selain pujian, ia juga memberi saran untuk mendorong anak menyukai makanan, minuman, dan pakaian yang baik.

Namun, perlu diingatkan pula agar seorang anak atau siapa pun yang telah dewasa untuk tak makan, minum, dan berpakaian secara berlebihan. Dalam aturan makan, anak harus diberi tahu bahwa makan itu suatu keharusan dan penting bagi kesehatan tubuh.

Makan, jelas Miskawaih, bukan sebagai alat kesenangan indra. Perlu diketahui pula bahwa makanan merupakan obat bagi tubuh, yakni obat untuk rasa lapar dan mencegah timbulnya penyakit. Orang tua atau pendidik harus mengingatkan anak didiknya agar tak makan berlebihan.

Dalam cara berpakaian, Miskawaih menyatakan, saat anak telah beranjak dewasa, khususnya laki-laki, sebaiknya mereka mengenakan pakaian putih-putih dan menghindari pakaian berpola. Sebab, menurut dia, pakaian berwarna dan berpola lebih layak untuk perempuan.

Selain itu, Miskawaih mendorong laki-laki untuk tak menghiasai dirinya dengan perhiasan perempuan, seperti memakai cincin dan mempunyai rambut panjang. Mereka tidak boleh mengenakan emas dan perak dalam bentuk apa pun.

Anak-anak, jelas Miskawaih, pun harus dilatih untuk mengagumi sifat-sifat murah hati. Misalnya, berbagi makanan. Selain pujian, anak juga perlu mendapatkan peringatan bila melakukan hal tak baik. Jika anak berbuat buruk, perbuatan itu juga perlu dikecam.

Langkah ini bertujuan agar si anak tak lagi melakukan hal buruk. Jika kecaman tak membuat si anak menghentikan perbuatan buruknya, Miskawaih menyarankan tindakan terakhir, yaitu hukuman fisik. Namun, hukuman ini tak dilakukan secara berlebihan./

republika

Bruno Metsu Masuk Islam Terpesona Pada Komunitas Islam Afrika Januari 23, 2010

Posted by Qolam_v in Internasional, Profil.
add a comment

Bagi para penggemar sepak bola, tentu masih ingat pada aksi menawan el-Hadji Diouf dkk, pemain Timnas Senegal, saat menaklukkan Juara Dunia Prancis 1998 dan Juara Eropa 2000, pada pertandingan pembuka Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan. Ketika itu, Senegal unggul 1-0 atas Zinedine Zidane dkk.

Tak ada yang menduga sebelumnya, bila Senegal mampu menaklukkan Ayam Jantan–julukan Timnas Prancis–di kejuaraan dunia itu. Alih-alih menang, bisa berpartisipasi saja dalam kejuaraan itu, sudah membuat bangga publik Senegal.

Namun, dengan semangat membara, putra-putra dari daratan Afrika itu mampu menunjukkan ‘tajinya’ hingga berhasil menggagalkan Prancis lolos dari grup A yang dihuni Denmark, Senegal, Uruguay, dan Prancis.

Sebaliknya, tiga angka yang diraih atas kemenangan melawan Prancis, serta hasil imbang melawan Denmark dan Uruguay, menempatkan Senegal sebagai Runner-Up Grup A dengan poin lima, dan berhak lolos ke putaran 16 besar atau perdelapan final.

Keganasan anak-anak Senegal di putaran pertama Piala Dunia 2002 itu, seakan membuka mata dunia. Mereka tak berani lagi memandang sebelah mata El-Hadji Diouf dkk. Swedia yang mereka jumpai di babak perdelapan final pun, gigit jari dibuatnya. Hendrik Larsson dkk dibuat bertekuk lutut, setelah dua gol yang dilesakkan Henri Camara, pada menit ke-37 dan menit ke-103 di masa perpanjangan waktu. Kedudukan menjadi 2-1 untuk Senegal. Senegal pun menembus perempat final. Di babak ini, mereka berjumpa dengan Turki dan akhirnya kalah dengan skor 0-1 berkat gol Ilhan Mansiz.

Kendati gagal pada putaran berikutnya, namun keberhasilan mereka menembus perempat final Piala Dunia 2002 itu, membuat pasukan Senegal makin ditakuti. Dan para pendukung (suporter) Senegal pun memberikan sambutan hangat dan menganggap mereka sebagai pahlawan Senegal. Mereka pulang dengan kepala tegak.

Dari putaran final Piala Dunia 2002 ini, ada dua nama yang langsung melejit atas prestasi yang ditorehkan Senegal pada kejuaraan itu, yakni El-Hadji Diuof, sang pencetak gol ke gawang Prancis yang dikawal Fabian Bartez, dan Bruno Metsu, sang arsitek (pelatih). Dan sejak saat itu, nama Bruno Lucas Felix Metsu makin populer. Bruno Metsu dianggap sebagai seorang pelatih hebat, karena mengantarkan Senegal meraih prestasi tertinggi Senegal di dunia sepak bola. Dan pencapaian ini, juga menjadi pencapaian tertinggi Bruno Metsu sepanjang kariernya.

Metsu bukanlah pemain dan pelatih terkenal. Ia berkarier lebih dari 30 tahun, mulai dari pemain hingga kini sebagai pelatih sepak bola. Ia pernah bermain di klub papan bawah Prancis dan Belgia seperti Dunkerqe, Nice, Lille, dan Anderlecht. Sejak 1988, ia menangani klub kelas dua Prancis, Beauvais, kemudian Lille, Valenciennes, Sedan, dan Valence. Sebelum menangani Senegal, ia sempat menangani negara kecil Afrika, Guinea, selama enam bulan.

Meski sukses melatih timnas Senegal, bukan berarti Metsu tidak menemui hambatan. Pertama kali tiba d Senegal, menurutnya, sama seperti pertama kali menangani klub Sedan. Semua orang menganggapnya sebagai makhluk asing dari luar angkasa. ”Mestinya, sebelum menilai seseorang, beri dia waktu untuk bekerja. Tapi biarlah, toh semua pun kemudian tahu apa yang telah saya perbuat,” katanya.

Namun, nyatanya dalam waktu singkat Metsu berhasil menggaet simpati para pemain dan official tim Senegal. Bukan dengan pendekatan hierarkis dan militeristik, melainkan dengan pola keterbukaan dan saling menyayangi. Kepada para pemain, berkali-kali ia menegaskan, ”Aku bukan polisi, tapi pelatih. Dan kalian bebas mengekspresikan apa saja.”

Human interest
Dengan pendekatan itu, Metsu berkeliling ke sejumlah klub papan bawah Prancis, dan berhasil membawa pulang para pemain yang sebelumnya enggan bergabung di tim nasional. Dalam menumbuhkan motivasi, disiplin, dan tanggung jawab, dia tidak pernah melepaskan suasana rileks, senda gurau, dan kekeluargaan. Apa pun persoalan yang dihadapi, selalu dipecahkan bersama.

Empati dan human interest. Itulah yang dirasakan asisten pelatih Jules Francois Bocande, dan para pemain Senegal, dari kepribadian Metsu. ”Bukan soal skill (keahlian), melainkan mentalitas, solidaritas, dan rasa kebersamaan, yang hilang selama saya jadi pemain nasional. Metsu berhasil menumbuhkannya,” kata Bocande.

Henri Camara, penentu kemenangan Senegal atas Swedia pada laga perdelapan final Piala Dunia 2002, juga mengakuinya. ”Dialah pelatih yang tahu bagaimana menjadi teman sejati para pemain, bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri,” ujarnya.

Berbeda dengan para pelatih tim lain yang terlihat tegang serius, dan kerap berteriak dalam balutan stelan jas dan dasi saat melihat anak asuhnya berlaga, tampilan Metsu sangat santai. Dengan t-shirt yang kerap ia kenakan dan rambut panjang yang tergerai, sosoknya lebih layak disebut sebagai seniman. Ia mengingatkan kita pada sosok legenda musik rock, Jim Morisson.

Terhadap rambut panjangnya, seorang wartawan pernah berkelakar dalam jumpa pers seusai kemenangan Senegal atas Prancis. ”Apa hubungan kemenangan ini dengan rambut panjang Anda?” tanya sang wartawan. ”Rambut saya tidak lebih panjang dari kemenangan yang akan dicapai para pemain,” jawab Metsu rileks, sambil menggeraikan rambut ikalnya.

Masuk Islam
Filosofi kepelatihan yang ada dalam diri Metsu sebenarnya kian tumbuh seiring dengan keterpesonaannya terhadap Benua Afrika. Pria yang lahir di Coudekerque-Village, Prancis, pada 28 Januari 1954 ini sangat mengagumi budaya Afrika. ”Ada suatu misteri, nilai-nilai kemanusiaan, solidaritas, persahabatan, sesuatu yang sudah hilang di Eropa,” katanya.

Metsu mengatakan, di Afrika pintu selalu terbuka. Sementara di Eropa, pemain hanya akan mendatangi pelatih saat punya masalah. Sedangkan di Afrika, mereka akan mendatanginya kapan pun, untuk menyaksikan bagaimana sang pelatih bekerja. Pesona Afrika itu sangat menyentuh Metsu. ”Aku ini kulit putih berhati negro,” tukasnya bangga.

Boleh jadi, sentuhan nilai-nilai Afrika ini pula yang membuatnya memeluk Islam pada 24 Maret 2002. Asal tahu saja, lebih dari 90 persen penduduk Senegal adalah pemeluk Islam. Setelah masuk Islam, ia kemudian mengganti namanya dengan Abdul Karim.

Abdul Karim sendiri memang tak pernah mengungkapkan alasannya memeluk Islam. Namun, pada saat bersamaan, ia juga mengikrarkan pernikahannya dengan gadis Senegal, Rokhaya Daba Ndiaye. Menurut harian lokal Senegal, Him Soleil, pesta pernikahannya berlangsung meriah dengan menggunakan tradisi setempat. Harian tersebut juga menuliskan bahwa Abdul Karim memberikan sebuah limousin mewah beserta uang tunai enam ribu euro sebagai mas kawin.

Bersama istri para pemain Senegal, Rokhaya selalu setia memberi semangat pada tim nasional Senegal setiap kali mereka bertanding. Seperti pada ajang Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang. Tidak seperti pelatih tim negara lain yang melarang para pemainnya untuk mengajak serta para istri mereka, Abdul Karim justru menempatkan para istri dari skuad tim nasional Senegal dalam satu hotel yang sama, tempat mereka menginap selama perhelatan Piala Dunia 2002.

Usai mengukir prestasi di Piala Dunia 2002, sejumlah klub dan negara berebut meminangnya. Padahal, kontraknya dengan Senegal saat itu belum berakhir. Mendengar kabar tersebut, alhasil sejumlah pemain timnas Senegal berkali-kali mendatangi Abdul Karim untuk mencegah kepindahannya. Inilah yang membuat Abdul Karim merasa berat hati untuk meninggalkan Senegal.

Namun, akhirnya ia tetap memutuskan pindah dan pilihannya jatuh ke klub sepak bola asal Uni Emirat Arab (UEA), Al-Ain. Selain Al-Ain, ia juga tercatat pernah melatih klub Qatar, Al-Gharafa, selama dua musim (2004-2006). Mengenai keputusannya ini Abdul Karim mengungkapkan sebuah pesan: ”Biarkan orang menilai apa pun ketika pertama kali Anda datang untuk menangani sebuah tim. Cukuplah ketika Anda hendak meninggalkannya, semua orang mengenang prestasi yang pernah Anda ukir.”

Setelah kontraknya dengan Al-Gharafa berakhir, Abdul Karim mendapat tawaran untuk melatih tim nasional UEA. Namun pada September 2008, secara mengejutkan ia mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pelatih UEA. Sejumlah media mengabarkan bahwa pelatih asal Prancis itu putus asa setelah UEA mengalami dua kekalahan pada pertandingan pembukaan mereka di kualifikasi akhir zona Asia untuk Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.

Kini ia dipercaya oleh Federasi Sepak Bola Qatar (QFF) untuk melatih tim nasional Qatar hingga 2014 mendatang. Dengan capaian prestasi yang pernah ia torehkan saat mengarsiteki tim nasional Senegal, tak mengherankan jika publik Qatar menaruh harapan besar pada Abdul Karim untuk mewujudkan impian lolos ke putaran final Piala Dunia 2014 di Brasil.

Biodata
Nama Lengkap : Bruno Lucas Felix Metsu

Tanggal Lahir : 28 Januari 1954
Tempat Lahir : Coudekerque-Village, Nord, Prancis
Awal Karier : Pemain Dunkerque

Wartaislam.com